BAHASA DAN
SASTRA INDONESIA
SEPISAUPI
Sepisau luka sepisau duri
Sepikul desa sepukau sepi
Sepisau duka serisau diri
Sepisau sepi sepisau nyanyi
Sepisaupa sepisaupi
Sepisapanya sepikan sepi
Sepisaupa sepisaupi
Sepikul diri sekeranjang diri
Sepisaupa sepisaupi
Sepisaupa sepisaupi
Sepisau sepisaupi
Sampai pisaunya ke dalam
nyanyi
Oleh : Sutardji Calzoum Bahri
A.
Analisis
Puisi “ SEPISAUPI “.
Pendahuluan
Sastra dengan bahasa merupakan dua
bidang yang tidak dapat dipisahkan. Hubungan antara sastra dengan bahasa
bersifat dialektis (Wellek dan Warren, 1990: 218). Bahasa sebagai sistem tanda
primer dan sastra dianggap sebagai sistem tanda sekunder menurut istilah Lotman
(dalam Teeuw, 1984: 99). Bahasa sebagai sistem tanda primer membentuk model
dunia bagi pemakainya, yakni sebagai model yang pada prinsipnya digunakan untuk
mewujudkan konseptual manusia di dalam menafsirkan segala sesuatu baik di dalam
maupun di luar dirinya. Selanjutnya, sastra yang menggunakan media bahasa
tergantung pada sistem primer yang diadakan oleh bahasa. Dengan kata lain,
sebuah karya sastra hanya dapat dipahami melalui bahasa.
Ciri khas sebuah karya sastra tidak saja dilihat berdasarkan genre-nya, tetapi dapat pula dilihat melalui konvensi sastra maupun konvensi bahasanya. Khusus dalam kaitan bahasa dalam sastra, pengarang mengeksploitasi potensi-potensi bahasa untuk menyampaikan gagasannya dengan tujuan tertentu. Dengan sudut pandang demikian dapat dikatakan bahwa sebenarnya ada kekhususan atau keunikan masing-masing pengarang sebagai ciri khasnya yang mungkin merupakan kesengajaan atau invensi pengarang dalam proses kreatifnya (Subroto, 1999: 1).
Menurut Aminuddin (1995: 1) gaya merupakan perujudan penggunaan bahasa oleh seorang penulis untuk mengemukakan gambaran, gagasan, pendapat, dan membuahkan efek tertentu bagi penanggapnya sebagaimana cara yang digunakannya. Sebagai wujud cara menggunakan kode kebahasaan, gaya merupakan relasional yang berhubungan dengan rentetan kata, kalimat dan berbagai kemungkinan manifestasi kode kebahasaan sebagai sistem tanda. Jadi, gaya merupakan simbol verbal.
Dapat disimpulkan bahwa puisi Sepisaupi karya Sutardji Calzoum Bachri merupakan puisi kontemporer yang berisi kata-kata tidak bermakna secara harfiah. Penyair juga menggunakan kata yang selalu diawali dengan afiks se- yaitu sepisau, sepikul, serisau, sepiasapanya, dan sepukau. Afiks se- ini dapat dimaknai satu. Kata “sepisaupi” pada puisi ini merupakan kependekan dari sepi, pisau, dan pikul. Kata yang tidak mempunyai makna secara harfiah adalah sepisaupa, sepukau, sepisaupi, dan sepikau.
Penggunaan vokal /i/, /u/, /a/ ini dapat menimbulkan suasana gembira, bahagia, riang, kasih, suci, kecil, ramping, ringan, dan tinggi. Penggunaan konsonan /s/ dan /p/ menimbulkan suasana kacau, tidak teratur, tidak menyenangkan. Efek magis yang murni pada puisi tersebut juga dapat kita lihat dari pengulangan-pengulangan (repetisi) seperti pada mantra. Sepisau, sepisaupa, sepisaupi, begitu banyak diulang-ulang dalam puisi ini. Puisi-puisi sejenis ini memang tidak terlalu kuat dalam gaya bahasa, simbol atau permainan kata. Puisi ini adalah teori pemecahan (fusi) kata, permainan bentuk, pemaknaan baru, dan puisi menurut juga adalah mengembalikan kata pada mantra.
Penyair juga menggunakan kata ganti untuk menyebutkan Tuhan dengan kata nya yang ditulis tanpa spasi dengan kata pisau di baris terakhir. Kata ganti ini juga menggunakan huruf kapital pada awal huruf kata ganti tersebut. Penggunaan ini dimanfaatkan oleh penyair untuk penanda bahwa nya yang dimaksud adalah Tuhan.
Repetisi yang digunakan oleh penyair terdapat pada pengulangan afiks se- yang terdapat pada awal kata. Penggunaan repetisi afiks se- ini digunakan oleh penyair untuk memunculkan efek estetik pada puisi. Repetisi juga digunakan oleh penyair pada pengulangan frasa sepisaupa sepisaupi. Pengulangan ini digunakan untuk menekankan frasa sepisaupa sepisaupi.
Sepisau luka sepisau duri merupakan bentuk luka yang yang teramat sangat yang pernah dialami, penggambaran dari dosa yang telah dilakukan dan membuat penyesalan yang mendalam,kerena dosa yang telah dilakukan membuat perenungan dalam kesendirian, ketika kesendirian itu yang dirasakan hanyalah penyesalan. Sepisaupa sepisaupi pelukisan akan pisau dan sepi seolah-olah kesendirian yang menyakitkan. sepisapanya sepikau sepi disini tak ada lagi sapaan kerena kesepian yang telah dialami. Sepisaupa sepisaupi pengulangan kata ini adalah penguatan tentang kesepian. Sepikul diri keranjang duri adalah siksaan kesepian yang dialami sendiri dan harus ditanggung olehnya tanpa seorangpun yang membantu. Sepisaupa sepisaupi penguatan kesepian yang dialami terulang-ulang sampai akhir yang selalu mendramatisir kisah kesendirian ini, sampai pisauNya ke dalam nyanyi kesedihan akan kesepian selalu menghantui diri selamanya seakan-akan irama kesepian bagai lagu dalam hati.
Komentar
Posting Komentar